Eko Alvares Z

Sabtu, 02 Agustus 2008

Mengelilingi Padang Kota Lama Jelang HUT Kota Padang ke-339 (3/habis), Nasib Rumah Gadangku Kini...

Sabtu, 02 Agustus 2008, Padang Ekspres

Sample Image Rumah gadang peninggalan rang Minang di Padang lama satu persatu terlupakan. Padahal benda-benda kuno tersebut salah satu bentuk aset daerah yang dapat menarik perhatian dunia internasional di sektor pariwisata. Ilham Safutra—Padang. Sayangnya, puluhan rumah adat yang ditinggalkan para leluhur rang Padang itu, kini nasibnya memiriskan.

Meskipun sebagiannya terselamatkan oleh sebagian anak cucunya. Padang sebagai negeri rantau rang Minang dari negeri asalnya di Pariangan Kabupaten Tanahdatar. Negeri yang mulanya tidak berpenghuni ini dijadikan daerah panarukoan itu dijadikan sebagai negeri sendiri. Hal itu dilakukan sebagai salah satu bukti tanda daerah baru itu memang milik orang yang manaruko di sana. Dengan alasan itu rang Minang membangun rumah gadang di Padang.

Kawasan yang banyak didirikan rumah gadang di Alanglaweh, Subarangpadang, dan Tarandam. Kini rumah kebanggaan orang pribumi ini satu per satu semakin sulit ditemukan. Punahnya benda peninggalan sejarah itu disebabkan beberapa alasan.

Ada karena generasi penerus dari kaum ini tidak sanggup melakukan pemeliharaan, ada pula ditinggalkan anak cucunya merantau ke negeri seberang. Sehingga rumah itu jadi rumah tua tak berpenghuni. Dari sejumlah rumah gadang yang hilang dan yang diubah itu, ternyata masih tersisa beberapa rumah gadang lainnya yang masih berdiri cukup kokoh.

Ironisnya rumah yang tertinggal itu sebagiannya tidak lagi ditempati. Salah satunya di Jalan Ranah sekitar rumah makan Midun, Kelurahan Ranah, Kecamatan Padang Selatan. Rumah tersebut sudah dicatat sebagai cagar budaya. Umurnya sekitar seratus tahun lebih. Sayangnya rumah itu kini dihuni hewan anjing untuk beranak pinak. Buktinya ketika Padang Ekspres menyambangi rumah tersebut, hewan buas itu nyaris menyerbu.

Rina (45), salah seorang warga sekitar rumah itu, ketika disinggahi Padang Ekspres mengatakan rumah kuno itu telah terdaftar di Pemerintah Kota (Pemko) Padang, tapi hingga sekarang bentuk aslinya yang terbuat dari bahan kayu dan semen itu semakin tidak dapat lagi ditempati. “Rumah gadang ini hanya dihuni anjing untuk berkembang biak,” terang Rina. Di samping rumah itu, masih ada rumah gadang tua lainnya yang masih dihuni. Diperkirakan umurnya lebih muda.

Sementara itu di Jl Thamrin terdapat sekitar empat rumah gadang Padang kuno lainnya. Kondisinya tidak lagi asli. Sebagian bahan bangunan itu sudah berganti dengan bahan-bahan yang diproduksi sepuluh tahun terakhir.
Satu di antara rumah gadang di Jl Thamrin itu masih ditempati keturunannya.

Umur rumah gadang yang dihiaskan dengan ukiran-ukuiran tradisional ini sekitar 400 tahun. Rumah gadang itu dibangun pertama kali Puti Nani bersama suaminya Tuanku Saruaso dari kerajaan Pagaruyung. Rumah ini dibangun jauh sebelum Masjid Raya Ganting. Keturunan pemilik rumah ini telah 10 keturunan. Keturunan pertama Puti Nani dua orang puti, Puti Tirajo yang kawin dengan Tuangku Saruaso dari Selayo. Seorang regen pada zaman itu. Anak keduanya Puti Sari Rajo yang dipersunting Sultan Babulu Lidah, seorang regen, dari Kerajaan Indropuro.

Kini rumah itu masih berdiri kokoh. Meski telah mengalami tambal sulap beberapa kali, namun bentuk aslinya masih dipertahankan. Dengan luas 320 meter persegi di atas tanah 1000 meter, di rumah ini terdapat enam bilik (kamar tidur), palanta, ruang dayang, yang kini digunakan untuk ruang keluarga. St Damhuri Bur St Khairullah (65), salah keturunan ketujuh Puti Nani ketika ditemui Padang Ekspres mengatakan ia bersama keluarga besar selalu mempertahankan bentuk asli rumah peninggalan nenek moyangnya. “Kita berusaha menjadikan rumah ini tetap seperti dulu kala.Sample Image

Sayangnya biaya perawatannya tidak selalu cukup,” keluhnya didampingi sumendanya Yuharlia Rasyid (65). Sejatinya rumah itu menjadi aset daerah. Sebab rumah itu menjadi salah satu bukti peradapan orang Minang di Padang zaman dulu.

Tak terawatt : Keberadaan sejumlah rumah gadang yang ada di Kota Padang. Hanya saja sebagian dari rumah ini kondisinya tidak terawat.

Sementara itu, Wakil Sekretaris LKAAM Kota Padang St Lukman St Maruhun Alamsyah mengatakan rumah gadang di Padang yang ditemui saat ini tidak menggunakan gojong. Hal itu disebabkan pengaruh kedatangan orang-orang dari Kejaraan Aceh sebelum kedatangan koloni-koloni Protugis dan Belanda.

Dikatakan St Lukman, zaman itu Kerajaan Aceh hendak menyerang Kerajaan Minangkabau di Pariangan. Namun kerajaan Aceh tidak berhasil. Untuk memuaskan hatinya, kerajaan Aceh menguasai Padang. Waktu itulah Islam disebarkan ke seluruh orang Minang di Padang. Sebagai bentuk kekuasaan Aceh di Padang, maka rumah gadang yang dulunya dibangun dengan bergonjong di potong tentara Aceh. “Sebab itulah rumah gadang di Padang tidak lagi menggunakan gonjong. Selain itu juga rumah gadang padang ada kemiripan dengan rumah adat Aceh,” terang St Lukman. “Kita berharap rumah-rumah gadang yang masih tinggal itu dijadikan cagar budaya,” tutup St Lukman. (***)