Eko Alvares Z

Rabu, 23 April 2014

Perantau Sumpur Pulang Kampung, Konservasi Rumah Gadang Dimulai

Perantau Sumpur Pulang Kampung, Konservasi Rumah Gadang Dimulai

Perantau Sumpur
Dosen Arsitektur Uiversitas Bung Hatta Dr Eko Alvares dan mahasiswa ikut terlibat dalam pembangunan awal rumah gadang di Nagari Sumpur. (Foto: Arjuna)
RANAHBERITA-Perantau Nagari Sumpur yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Sumpur (IKES) dan Forum Kampuang Minang Nagari Sumpur berupaya untuk mewujudkan Nagari Sumpur sebagai kawasan pusaka.
Untuk itu, mereka mendata dan melakukan konservasi rumah gadang yang telah rusak di Nagari SUmpur yang berada di Kecamatan Batipuah Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ini.
Rumah gadang pertama yang dikonservasi adalah satu dari lima rumah gadang yang terbakar pada 26 Mei 2013 lalu. Lima rumah gadang yang hangus tersebut bagian dari 68 rumah gadang terdapat di nagari tersebut.
Pembangunan ini telah dimulai dengan usaha mencari donatur. Hingga didapatkan dan mulai proses pembangunan yang ditandai dengan ‘batagak tonggak tuo’ hari ini, Minggu 20 April 2014. Batagak tonggak tuo merupakan prosesi pendirian tiang pertama bangunan rumah gadang tersebut.
“Yang menjadikan istimewa, kegiatan ini melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat setempat, komunitas dan mahasiswa Universitas Bung Hatta. Sehingga secara tidak langsung membangkitkan kembali semangat gotong royong masyarakat yang hampir punah di negeri tercinta ini,” kata Domy, salah seorang anggota IKES.
Usaha membangun nagari ini, sudah dimulai sejak tahun lalu. Seperti ‘duduak basamo’ (duduk bersama) antar seluruh elemen masyarakat dengan tema “Sumpur, Warisan Budaya yang Berpotensi Menjadi Tujuan Wisata Budaya Dunia” pada 15 Juli 2013 lalu.
Targetnya, masyarakat berharap Nagari Sumpur bisa menarik wisatawan dalam dan luar negeri. Konsepnya, pengunjung menginap di rumah gadang dan ikut dalam kegiatan sehari-hari masyarakat. Seperti ke sawah, mencari ikan dan kegiatan sosial lainnya.
Guru Besar Aristektur Institut Teknologi Surabaya Prof. Josef Prijotomo mengatakan Nagari Sumpur ini menarik. Menurutnya, masyarakat bisa menerima pengaruh luar, tapi tidak meninggalkan tradisi.
“Kasus Nagari SUmpur ini menarik untuk diteliti. Dalam hal bangunan adat ini, di Sumpur bisa ditemukan 100 persen bangunan tradisional. Masyarakat menerima nilai Eropa, tapi tidak meninggalkan unsur budaya lokalnya,” kata Profesor yang sudah mengunjungi berbagai rumah adat masyarakat yang ada di Indonesia.
Nilai eropa yang dimaksud adalah bangunan beton yang dibawa Belanda dan berkembang hingga sekarang. (Arjuna/Ed1)

Tidak ada komentar: