Eko Alvares Z

Selasa, 20 Maret 2012

Bukittinggi Perlu Lakukan Perubahan

Bukittinggi, Padek—Pemerintah Kota Bukittinggi jangan sampai terlena dengan kebanggaan yang dimilikinya selama ini, karena itu hanya akan menjadi kebanggaan semu jika tidak diimbangi perubahan secara terus-menerus ke arah lebih baik.

Apalagi sebagai destinasi wisata di Sumbar, kota Bukittinggi belum memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Ini terlihat masih belum lepasnya kota ini dari persoalan pelik seperti kemacetan dan kesemrawutan.


Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan, penataan Bukittinggi ke depan tidak hanya pada pembangunan fisik, dan tata ruang semata. Namun, hal penting lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah perlunya perubahan kelembagaan, cara berpikir, perilaku dan penataan mental secara struktural untuk membentuk perilaku warga.


”Menanamkan sikap mental yang baik agar pengunjung tidak kapok (berkunjung) dan semua peluang bisa dimanfaatkan dengan baik,” ujar Andrinof Chaniago saat menjadi pembicara pada seminar “Merancang Bukittinggi Masa Depan” yang diselenggarakan Bukittinggi Forum di The Hills Hotel Bukittinggi, kemarin (27/6).


Pada kesempatan yang dihadiri Sekko Bukittinggi Yuen Karnova itu, Andrinof juga mengungkapkan saat ini banyak keputusan dan kebijakan strategis pemerintahan daerah, lebih didasarkan pada keinginan subjektif para pejabat dan orang-orang yang punya pengaruh kuat terhadap pemegang kekuasaan.


Akibatnya, banyak kesempatan meraih manfaat yang lebih besar menjadi hilang. Dia mencontohkan pemilihan sebutan Kota Bukittinggi sebagai Kota Dahlia yang menurutnya, justru mengecilkan nilai yang lebih besar dari kota ini. “Patut disayangkan kalau keutamaan Kota Bukittinggi jadi diwakili sebuah spesies tanaman,” tambah Andrinof yang juga Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, itu.


Seharusnya, kata Andrinof, setiap kebijakan dan keputusan strategis selalu menggunakan perencanaan berbasis ilmu pengetahuan.
Sementara itu, Pakar Tata Ruang dari Universitas Bung Hatta Padang, Eko Alvares Z mengingatkan Pemko tidak menjadikan pusat kota sebagai ”gudang kaki lima” karena hal itu menjadi magnet kesemrawutan Bukittinggi.

Dia mencontohkan buruknya penataan pedagang kaki lima di sekitar pasar. “Pedagang sekaligus menjadikan pasar sebagai gudang penyimpanan barang-barangnya, sehingga membuat Bukittinggi menjadi semakin semrawut,” bebernya.


Di sisi lain, Eko Alvarez menyebutkan, Bukittinggi sebetulnya punya sejumlah titik historis yang memiliki nilai jual wisata. Bahkan, bisa dikembangkan dengan menyediakan pedestrian city secara maksimal.

“Pengunjung bisa melakukan kunjungan dengan berjalan kaki menuju tempat-tempat yang memiliki nilai historis tinggi tersebut,” jelas Eko. Namun dia sangat menyayangkan hal itu belum ditata dengan baik. (rul)

Tidak ada komentar: