Eko Alvares Z

Selasa, 20 Maret 2012

Diskusi Perencanaan Rekonstruksi Paska Bencana di Japan Foundation Jakarta

Jakarta-Indonesia) Pusat Kebudayan Japan Foundation (JF) Jakarta, Kamis (02/02) menyelenggarakan diskusi bertemakan "komunitas perencanaan dan desain rekonstruksi paska bencana perkotaan, berdasarkan pengalaman Indonesia dan Jepang".



Acara diskusi mengundang Profesor Onoda Yasuaki dari Universitas Tohoku sebagai pembicara, yang juga merupakan salah satu pendiri ArchiAid (Relief and Recovery by Architects for Tohoku Earthquake and Tsunami), dan dihadiri sekitar 30 orang peserta yang meliputi peneliti, anggota (Lembaga Swadaya Masyarakat), arsitek, dan jurnalis.


Menurut Onoda, paska terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami 11 Maret silam, banyak arsitek yang menawarkan proposal rekonstruksi di area bencana. Namun, saat itu Jepang hanya memiliki 10 badan administatif yang menangani hal tersebut, sehingga proposal tidak tertangani dengan baik. Melihat kebutuhan mendesak tersebut, maka dibentuklah ArchiAid, wadah independen yang dapat menampung proposal rekonstruksi .


Di Indonesia, juga terdapat orang-orang yang mendukung rekonstruksi di daerah bencana gempa bumi di Pulau Sumatera, dan Aceh, seperti Wakil Rektor I Universitas Bung Hatta Dr. Eko Alvarez, dan Koordinator Program Komunitas Arsitek Yogyakarta Yuli Kusworo.


Selama diskusi, dibahas berbagai macam desain rekonstruksi bangunan moderen, kegiatan sukarela bagi korban bencana, serta dukungan administrasi, dan peran arsitek dalam rekonstruksi.


"Pemerintah Jepang mempersiapkan segalanya untuk rekonstruksi, namun karena tidak mau memberatkan banyak pihak, sehingga kegiatan rekonstruksi menjadi terhambat. Berbeda dengan Indonesia, tanpa dorongan pemerintah, seluruh lapisan masyarakat saling bahu membahu menjalankan rekonstruksi. Inilah perbedaan yang jelas terlihat antara rekonstruksi di Jepang dan Indonesia", ujar Onoda.


Lebih lanjut Onoda memaparkan, "Sebelum melakukan kegiatan di daerah yang terkena bencana, terlebih dahulu meninjau pendapat setiap orang. Bukan hanya mendengar pendapat masyarakat, namun juga borkonsultasi dengan pendapat ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing."


Sementara itu, baik di Jepang maupun Indonesia, untuk memenuhi permintaan penduduk di wilayah bencana, dibangun "rumah sederhana" yang meliputi ruang tidur, ruang makan.


Selain itu Onoda mengingatkan, "Rencana pembangunan di Jepang, tidak hanya sekedar mendirikan rumah penampungan. Dalam proposal rancangan model rumah tempat tinggal, harus ada nilai tambah yang dapat meningkatkan ekonomi, dan pariwisata setempat, serta membuat perasaan warga nyaman untuk menghuni di daerah tersebut."


"Meskipun baru berkecimpung dalam bidang ini, namun saya ingin menunjukkan situasi yang tentram dalam proposal saya", tutup Onoda. (IM/JS)

Tidak ada komentar: