Eko Alvares Z

Rabu, 21 Maret 2012

Sibuk dengan Retorika, Minim Action: Menyoal Banjir di Kota Padang


Padang Ekspres • Jumat, 02/03/2012 14:02 WIB • (e/mg6) •

DRAINASE TERSUMBAT: Kompleks Kesehatan Gunungpangilun digenangi air saat hujan m
Sudah dua hari terakhir Padang diguyur hujan. Genangan air merata terjadi di mana-mana. Mulai dari jalan raya, permukiman warga hingga sentra-sentra ekonomi, tak luput direndam air. Meski begitu, belum tampak upaya serius semua pihak memitigasi ancaman banjir.

Pantauan Padang Ekspres, genangan air mencapai lutut orang dewasa di Jalan Rawang-Jalan Ratulangi, Jalan Jhoni Anwar, AR Hakim, Simpang Haru, Parakgadang, Gunungpangilun, Airtawar, Lubukbuaya dan Khatib Sulaiman.

Di kompleks perumahan di Jalan Garuda dan Murai, Airtawar, saluran drainase meluap karena tersumbat. Sampah dan rumput menyemak di saluran got.  Tak heran, sampah bertebaran di mana-mana karena air meluap.   

Rita, warga Airtawar, tidak menampik drainase di permukimannya jarang dibersihkan, apalagi rumah yang dihuni mahasiswa atau kos-kosan. “Kalau di rumah saya, setiap sebulan sekali drainase dibersihkan dari rumput dan sampah.

Saya membayar orang untuk membersihkannya,” kata ibu tiga anak ini, kepada Padang Ekspres, kemarin.
Drainase depan rumah Rita boleh saja bersih, tapi tidak begitu di rumah warga lainnya. Akibatnya, permukiman mereka tetap saja banjir setiap kali hujan deras.  

Dia menyesalkan saluran drainase di sekitar rumah kosan-kosan, yang sering tersumbat karena jarang dibersihkan. “Bahkan terkadang sampah makanan dibiarkan berserakan. Ketika hujan, masuk ke selokan dan menyumbatnya,” ujarnya.

Begitu pula di kompleks Perumahan Bunga Mas, Tunggulhitam, tak luput menjadi langganan banjir. Neneng, warga setempat, mengaku penghuni Bunga Mas sudah akrab dengan banjir. Sejak tinggal di kompleks itu pada tahun 2010, wanita asal Sijunjung ini mengaku tak terhitung lagi dianda banjir.

”Hujan selama tiga jam dipastikan sudah tergenang air di luar. Kalau lebih dari itu, air ini sudah masuk rumah, padahal warga kompleks ini selalu menjaga drainase di depan rumah masing-masing,” imbuhnya.

Permasalahan drainase juga diungkapkan oleh warga RW III Lubuk Buaya, Syamsudin. Pria yang bekerja sebagai marketing perusahaan elektronik ini, mengaku warga sekitar rumahnya telah membersihkan drainase, tapi tetap saja meluap.

Meski rumahnya belum dimasuki air, tapi jalanan di sekitar rumahnya sudah terendam setinggi 30 centimeter. “Warga di sini sudah terbiasa. Sudah paham kalau hujan lebat mengguyur sampai dua atau tiga jam menyebabkan banjir,” katanya.

Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk mengantisipasi banjir. Meski drainase telah diberishkan, saluran drainase tetap saja meluap.
Pengamat tata ruang dari Universitas Bung Hatta (UBH), Eko Alvares menjelaskan, melihat permasalahan banjir di Padang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, masyarakat tidak peduli dengan lingkungan sehingga saluran air tersumbat, selain karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang daerah resapan air. Setiap bangunan (rumah), harus memiliki 30 persen daerah resapan.

“Dapat kita lihat, saat ini bangunan seperti rumah atau rumah toko sudah di semen seluruhnya. Jadi tidak ada resapan air. Kalau sudah begitu, air akan menumpuk pada satu saluran. Ditambah lagi salurannya tersumbat karena jarang dibersihkan, tentu banjir akhirnya,” imbuhnya.

Eko menilai, seharusnya Pemko Padang ketat mengawasi jalannya pembangunan. Selain itu, diperlukan juga ruang taman hijau untuk penyerapan air dalam skala besar. “Tentunya perawatan drainase umum harus menjadi perhatian juga,” katanya.

Permasalahan kedua, faktor alam yaitu topografi Padang dekat dari laut dan aliran sungainya bermuara di laut. “Topografi Padang memang rawan banjir. Buktinya, sejak zaman dulu (Belanda) telah dibuatkan saluran air utama seperti banda bakali untuk mengatasi permasalahan banjir, tapi saat ini masyarakat tidak mendukungnya,” tutur Eko.

Kepala Bidang Pendayagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Dinas Pekerjaan Umum Herman H mengatakan, pantauannya di lokasi membenarkan kondisi drainase tidak layak. Itu diperparah kurangnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan dan membuang sampah sembarangan.
“Sebagai solusi, pihaknya akan membongkar drainase tertutup coran. Kemudian drainase yang rendah akan dinaikkan sehingga air dapat mengalir lancar,” tutur Herman.

Misalnya, sebut Herman, drainase di sepanjang Jalan Jhoni Anwar dan Ratulangi. “Di dua lokasi itu, tersumbatnya drainase disebabkan tembok bangunan ruko warga di pinggir jalan tersebut. Jadi kita akan angkat sehingga tidak tersumbat lagi,” kata Herman seraya berharap warga menjaga kebersihan lingkungan.

Penanganan bencana di Padang terkesan reaktif. Semua baru ribut ketika bencana datang. Setelah “badai berlalu”, baik pemerintah maupun masyarakat kembali lupa seolah tak pernah ada kejadian.  

Rusaknya drainase, hancur daerah aliran sungai (DAS), minimnya taman kota dan danau buatan (situ) sebagai daerah resapan air, rusaknya daerah tangkapan air (catchment area), larangan membangun rumah di bantaran sungai, kencangnya laju lahan pertanian menjadi permukiman, adalah daftar penyebab banjir yang tak kunjung dituntaskan.
Hanya menjadi perdebatan publik setiap kali banjir tiba, tapi nihil implementasi. Alasannya, bisa ditebak, lagi-lagi minim anggaran. Menyelesaikan banjir, tak cukup dengan retorika.  (e/mg6)

Tidak ada komentar: