Eko Alvares Z

Minggu, 22 Juni 2008

Arsitek: Profesionalisme dan Sertifikasi

Menjelang Rakerda Ikatan Arsitek Indonesia, Cabang Sumatera Barat

Oleh: Eko Alvares Z, Ketua IAI DPD Sumbar


Salah satu mekanisme perlindungan dan pernyataan kompetensi profesi adalah sertifikasi. Dalam sertifkasi tersebut, terkandung persyaratan keahlian yang harus dimiliki sebuah profesi, yang dicapai melalui lembaga pendidikan formal dan praktek. Apabila keahlian itu sudah menjadi persyaratan untuk berprofesi atau pratek dalam melayani masyarakat, dengan sendirinya para profesional itu dilindungi oleh seperangkat aturan yang sangat mengikat. Profesi itu sendiri pada akhirnya dapat mengidentifikasi diri dengan jelas dari intervensi praktek-praktek yang tidak profesional.

Bangunan yang individual, menonjolkan diri sendiri, biaya perawatan yang tinggi, mengundang rasa iri dan kurang penduli dengan lingkungan adalah salah satu buah karya arsitek yang kurang tahu etika dan tidak menguasai sepenuhnya aspek teknis bangunan. Kondisi ini diperburuk lagi dengan kreativitas yang tumpul, sehingga mudah menyerah dengan bentuk-bentuk yang standar, dikendalikan oleh material pabrikan, serta lemah pada penguasaan detil bangunan.

Buruknya wajah kota, penurunan kualitas lingkungan perkotaan, gagal konstuksi dan visual, merupakan bagian dari praktek dan kontribusi arsitek yang tidak profesional. Bangunan baru selalu saja ajang eksperiman arus utama gaya dan selera masyarakat yang trendi dan pragmatis. Akibatnya bangunan baru menjadi semakin jauh dari jawaban persoalan-persoalan sosial dan budaya masyarakat. Tidak mempertimbangan konteks tempat dan ruang yang telah ada. Absen dari persoalan aktual, serta akhir menimbulkan keresahan psikologis masyarakat. Dalam tataran yang lebih luas, wajah kota menjadi compang-camping dan semakin asing bagi warganya.

Memenuhi standar kompetensi profesi arsitek, IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) menetapkan 13 syarat kemampuan dasar arsitek profesional (diadopsi dari UIA, Union International Architect), yaitu: (1) Kemampuan untuk menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan lingkungan; (2) Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur, termasuk seni, teknologi dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia; (3) Pengetahuan tentang seni dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan arsitektur: (4) Pengetahuan yang memadai tentang perencanaan dan perancangan kota serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses perencanaan itu; (5) Mengerti hubungan antara manusia (dan) bangunan, dan antara bangunan (dan) lingkungannya, serta (kebutuhan/niat) menghubungkan bangunan-bangunan (dengan) ruang di antaranya untuk kepentingan manusia (dan skalanya); (6) Pengetahuan yang memadai tentang cara mencapai perancangan yang dapat (mendukung) lingkungan yang berkelanjutan; (7) Mengerti makna profesi dan peran arsitek dalam masyarakat terutama hal-hal yang menyangkut kepentingan masalah-masalah sosial; (8) Mengerti persiapan untuk sebuah perkerjaan perancangan dan cara-cara pengumpulan data: (9) Mengerti masalah-masalah perancangan struktur, konstruksi dan enjinering yang berhubungan dengan rancangan bangunan: (10) Pengetahuan yang memadai tentang masalah fisika bangunan, teknologi dan fungsi bangunan dalam kaitannya dengan kenyamanan bangunan dan perlindungan terhadap iklim; (11) Memiliki keterampilan merancang yang memenuhi kebutuhan bangunan dalam batas-batas yang diberikan oleh anggaran biaya dan peraturan bangunan; (12) Pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi, dan prosedur dalam penerjemahan konsep rancangan menjadi wujud bangunan serta menyatukan rencana ke dalam suatu perencanaan menyeluruh; (13) Pengetahuan yang memadai mengenai pandangan manajemen proyek dan pengendalian biaya.

Agar dapat menjamin kompetensi secara terus menerus, para arsitek diwajibkan melakukan proses belajar seumur hidup, untuk menjaga, memelihara, meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilan. Hal ini menjadi sangat penting agar Arsitek Indonesia jangan sampai terkebelakang dalam teknologi mutakhir, metoda praktek dan masalah-masalah sosial serta masalah ekologi yang terbaru demi menjaga kepentingan masyarakat umum.

DPD IAI Sumatera Barat, sebagai lembaga resmi dan terakreditasi, mencoba memfasilitasi para anggotanya untuk dapat selalu meningkatkan kemampuan dan memenuhi persyaratannya sebagai arsitek yang profesional. Pada tanggal 3 sampai dengan 6 Juni 2004 melakukan serangkaian kegiatan, yang bertempat di Pusat Pelatihan Bahasa Asing, Universitas Bung Hatta, Jl. Khatib Sulaiman, Padang. Tanggal 3 Juni dilakukan Rapat Kerja Daerah, yang bertujuan untuk merumuskan dan menetapkan program kerja kepengurusan. Tanggal 4 Juni dilakukan penataran Kode Atik Arsitek yang akan disampaikan oleh Dewan Pengurus Nasional IAI. Tanggal 5 dan 6 akan dilakukan penataran Strata 1 dan Strata 2. Strata 1 adalah pengetahuan tentang perencanaan dan perancangan yang berkaitan dengan Pertanahan dan Ketatakotaan. Sedangkan Strata 2 adalah perencanaan dan perancangan yang berkaitan dengan Tertib Membangun dan Peraturan Bangunan. Perlu juga ditambahkan, pemahaman tentang Kode Etik, Strata 1 dan Strata 2 adalah persyaratan minimal untuk mendapatkan Sertifikat Keahlian Arsitektur. Untuk informasi lebih lanjut hubungi Yessi di Sekretariatan IAI, Jalan Perintis Kemerdekaan 97 A, telepon 0751-34064, atau Ir. Afmi Yarsi 08126789058.

Tidak ada komentar: